Kamis, 14 November 2013

Hubungan antara Korupsi dengan Agama



Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
  • perbuatan melawan hukum,
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
  • penggelapan dalam jabatan,
  • pemerasan dalam jabatan,
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Istilah korupsi adalah merupakan satu istilah yang cukup populer akhir-akhir ini, khususnya setelah tumbangnya pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dan berganti dengan pemerintahan reformasi dibawah kepemimpinan Presiden BJ. Habibi, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan saat ini dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Hal ini disebabkan oleh adanya dugaan kuat dan pasti, bahwa keterpurukan bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara adalah disebabkan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah pada setiap tingkatan. Korupsi ini bukan hanya pada satu tingkat tertentu saja, akan tetapi korupsi ini sudah merambah, merajalela dan merasuki semua lini kehidupan, sehingga pencegahan dan pemberantasannyapun memerlukan langkah-langkah sistemik dan komprehensif.

Pandangan Agama terhadap Korupsi
Agama merupakan salah satu hal yang sangat berhubungan erat dengan kasus korupsi, karena agama merupakan dasar dari segala kepercayaan dan keyakinan tiap individu. Dalam semua ajaran agama, tidak ada yang mengajarkan umatnya untuk berlaku atau melakukan tindakan korupsi. Namun pada kenyataannya, praktek korupsi sudah menjadi kegiatan yang tidak asing, dan secara sadar atau tidak, terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sehari-hari.
Namun sebuah negara agama tidak menjanjikan kebersihan negara itu sendiri dari praktek korupsi. Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk mayoritas Muslim, maupun negara-negara di Amerika Latin yang mayoraitas penduduknya bukan non-Muslim memiliki “citra” yang serupa di mata dunia terkait dengan praktek korupsi yang terjadi di masing-masing negara.
Hukum korupsi dalam berbagai ajaran agama dan tradisi lain ada beragam, diantaranya yaitu:
Kristen: suap dapat butakan mata (hati), agar terus jaga tatanan hidup, hidup adalah perjuangan, takut kepada Tuhan, jauhkan koruptor.
Dalam 10 Perintah Tuhan, larangan kedelapan adalah larangan untuk mencuri. 10 Perintah Tuhan adalah salah satu norma yang dituangkan di Alkitab Perjanjian Lama dan merupakan inti dari etika Alkitab Perjanjian Lama.
Dalam Keluaran 20:15, Allah berfirman : Jangan mencuri. Demikian jelasnya larangan Tuhan untuk tidak mencuri. Sementara itu korupsi adalah mencuri dengan cara diam-diam, dengan cara halus mengurangi hak negara atau orang lain demi kepentingan pribadi.
Larangan mencuri juga dikemukakan Yesus dalam bentuk yang berbeda, yaitu hukum mengasihi sesamamanusia seperti diri sendiri ( Matius 22:39; Mark 12:31; Lukas 10:27 ). Hukum ini sama dengan hukumpertama, yaitu hukum untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dan dengan segenap akal budi.
Hindu: pemimpin korup tak akan hidup kembali, suap sebagai pintu masuk dosa, pendosa tak diakui oleh Tuhan dan kena karma, etika “kau rasakan apa yang kurasakan”, agar terus hidup sederhana.
Islam :  Tindak Pidana Korupsi untuk memperkaya diri dari harta negara adalah perbuatan zhalim (aniaya), karena kekayaan negara adalah harta yang dipungut dari masyarakat termasuk masyarakat miskin yang mereka peroleh dengan susah payah. Bahkan perbuatan tersebut berdampak sangat luas serta berdampak menambah kuantitas masyarakat miskin baru .
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang – orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan dimuka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka bertimbal balik, atau dibuang dari negeri(tempat kediamannya) . Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar ( QS: al – Maidah :33)
Konfusianis: pendidikan beretika, pengendalian diri, pemerintahan akan hancur bila rakyat sudah tak    menaruh kepercayaan terhadapnya.
Buddha: tujuan hidup yaitu nirwana (puncak), manusia korup akan tak bahagia.
Dari seluruh penjabaran diatas, kita setuju bahwa semua Agama tanpa terkecuali menentang akan adanya korupsi. Namun pada kenyataannya, praktek korupsi sudah menjadi kegiatan yang tidak asing, dan secara sadar atau tidak, terjadi dalam berbagai aspek kehidupan.Sebuah negara agama tidak menjanjikan kebersihan negara itu sendiri dari praktek korupsi. Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk mayoritas Muslim, maupun negara-negara di Amerika Latin yang mayoraitas penduduknya non-Muslim memiliki “citra” yang serupa di mata dunia terkait dengan praktek korupsi yang terjadi di masing-masing Negara. Sebenarnaya apa yang salah atau patut dipersalahkan disini ?apakah agamanya ? atau orang yang menganut agama tersebut? Kita semua telah dewasa untuk tahu akan jawabannya.

Jika mau menengok ke beberapa tahun ke belakang, sebenarnya kita tak perlu ”kaget-kaget amat”. Soalnya, kasus-kasus korupsi yang dianggap bersentuhan dengan ranah agama justru banyak menyeret sejumlah tokoh.
Moralitas
Kita semua sepakat, korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena tak hanya merugikan orang per orang, tetapi juga publik luas. Kejahatan ini menggerogoti dana negara yang semestinya untuk pembangunan bagi rakyat. Semua agama jelas-jelas melarang keras praktik korupsi (rasuah). Ajaran Islam bahkan menegaskan, penyuap (al-rosyi) dan penerima suap (al-murtasyi) bakal masuk neraka dan menerima siksaan pedih.
Namun, mengapa banyak tokoh bisa terjerumus? Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan Paramadina, Ihsan Ali-Fauzi, membuat pesan berseri yang menarik di laman Twitter lewat akun @ihsan_AF. Dia mengingatkan, kita jangan kaget oleh adanya agamawan yang tak kuat menahan godaan korupsi.
Agama, kata Ihsan, bukanlah yang terpenting untuk menentukan perilaku. Lidah seseorang boleh mengucapkan kalimat-kalimat bijak agama, tetapi bisa jadi perilakunya menyimpang. Apalagi, ada dorongan kebutuhan material tinggi, konsumerisme menggila.
”Faktanya, negara-negara dengan tingkat ketaatan beragama tinggi juga adalah negara-negara terparah korupsinya. Misalnya, Pakistan, India, Banglades, juga Indonesia. Politisi, sekuler atau religius, bisa korup. Itu menyangkut agama apa saja,” catatnya.
Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Ali Munhanif menilai, agama tak bisa sendirian melawan praktik korupsi. Batasan-batasan moral agama tidak cukup kuat untuk mendorong seseorang tetap bermoral ketika memperoleh peluang dan punya kekuasaan. Perlu batasan-batasan legal yang bisa memaksa siapa pun untuk mematuhi larangan korupsi.
”Kita memerlukan penegakan hukum tegas dan adil serta memperkuat lembaga pemberantasan korupsi,” katanya.
Menurut Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan, nilai-nilai agama tetap relevan untuk memperkuat moralitas antikorupsi di masyarakat dan pemerintahan. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kesalehan sosial dapat terus dikembangkan lewat pendidikan dan lembaga agama. Penting juga keteladanan dari para pemimpin, pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab, serta publik yang kritis.
Tokoh-tokoh agama juga perlu menjadi contoh melawan korupsi dan mencegah lembaga agama sebagai tempat pencucian uang hasil korupsi. (Ilham Khoiri)
Pandangan dan sikap Islam terhadap korupsi sangat tegas: haram dan melarang. Banyak argumen mengapa korupsi dilarang keras dalam Islam. Selain karena secara prinsip bertentangan dengan misi sosial Islam yang ingin menegakkan keadilan sosial dan kemaslahatan semesta (iqâmat al-'adâlah alijtimâ'iyyah wa al-mashlahat al-'âmmah), korupsi juga dinilai sebagai tindakan pengkhianatan dari amanat yang diterima dan pengrusakan yang serius terhadap bangunan sistem yang akuntabel. Oleh karena itu, baik al- Qur'an, al-Hadits maupun ijmâ' al- 'ulamâ menunjukkan pelarangannya secara tegas (sharih).   

1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa - Dr.MCD
    Borgata Hotel Casino & Spa · 1 Borgata 의왕 출장샵 Way Atlantic City, NJ 08401 · Call Now 영주 출장안마 · More Info. Hours, Accepts Credit Cards, 전라남도 출장안마 Attire, Wi-Fi, 파주 출장안마 PokéStop 부천 출장마사지

    BalasHapus